Pilih Syariah, Membawa Berkah
Sudah
sewajarnya setiap orang mendambakan sebuah rumah yang cukup untuk
berteduh dari hujan dan terhindar dari terik matahari, ditambah dengan
berbagai macam tanaman yang menghiasi halaman depan rumah tersebut.
Namun, semua itu hanya akan menjadi sebatas mimpi ketika harga jual
rumah menjadi semakin tinggi dan tidak diimbangi dengan kenaikan upah
atau penghasilan. Hal ini pulalah yang saya rasakan di tahun 2012 akhir.
Ajakan untuk memiliki rumah datang dari banyak pihak; teman dekat,
saudara, dan juga dan tidak lain sales marketing sebuah perumahan di
dekat kantor saya, di daerah Cicau, Cikarang Pusat.
Saat itu banyak sekali pertimbangan yang harus saya lakukan karena
selain harga rumah di daerah Cikarang Pusat sudah mahal, kemampuan saya
membayar juga jadi pertimbangan. Pasalnya, jika saya menggunakan
tabungan untuk membayar DP 20% harga rumah maka praktis saya tidak
memiliki tabungan lagi. Rencana untuk melangsungkan pernikahan di tahun
2014 pun membuat saya berpikir berulang kali untuk berani memutuskan
membeli rumah.
Setelah melewati bebagai perhitungan-perhitungan nominal dan juga
seleksi kelayakan rumah, akhirnya saya memutuskan untuk membeli satu
rumah dengan sepetak tanah hook seluas 120m2 dengan harga jual
total 200 juta rupiah. Pada waktu itu, alasan utama saya membeli rumah
adalah untuk menginvestasikan tabungan dalam bentuk properti serta
mengalihkan pengeluaran untuk tempat tinggal, karena saat itu posisi
saya masih sebagai ‘kontraktor’ alias penghuni kontrakan.
Pembelian rumah pun diawali dengan memberikan uang tanda jadi sebesar
1 juta rupiah. Pembicaraan mengenai skema pembayaran pun dimulai.
Marketing developer memaparkan sejumlah angka yang harus dibayar agar
proses kepemilikan dan pembangunan dapat segera dimulai. Biaya KPR,
BPHTB, notaris, dan lain sebagainya yang nilai totalnya mencapai sekitar
17 juta rupiah menjadi pelengkap barisan biaya awal pembelian rumah.
Jadi, di samping membayar DP kita diwajibkan membayar biaya tambahan
administratif supaya kita dapat dianggap membeli rumah secara sah.
Mau jalan-jalan yang bisa mendapat uang hingga jutaan rupiah. Mendapatkan uang dari aktivitas jalan-jalan bukanlah mimpi jika Anda menjadi seorang travel bloger
Informasi
Selengkapnya Kunjungi Website Resmi Kami, klik Hanya disini..
Waspada Trik Marketing Developer
Proses selanjutnya adalah mencari bantuan dana untuk pembayaran awal
maupun bantuan KPR-nya. Karena saat itu di tabungan baru ada uang
sekitar 50 juta dari hasil tabungan selama 3 tahun, maka saya putuskan
memberikan DP 20% saja serta administratifnya sekitar 17 juta.
Saat itu, saya benar-benar dalam kondisi yang pas-pasan karena
setelah berkonsultasi dengan orang yang memahami mekanisme KPR, sesuai
dengan kondisi saya ini bank hanya dapat memberikan nilai plafon KPR
maksimal sebesar 170 juta rupiah saja, itupun harus selama 15 tahun.
Untung saja umur saya masih belum mengharuskan pembiayaan KPR selama
maksimal 10 tahun. Jika dihitung dengan baik maka kekurangan pembayaran
saya yang nantinya menjadi plafon pengajuan KPR adalah sebesar
200-40-1=159 juta rupiah.
Perlu diingat, uang administratif tidak termasuk dalam harga jual
rumah. Trik marketing ini berbeda pada setiap developer. Ada yang
memasukkan administratif ke dalam harga jual sehingga terkesan all in dalam pembayaran dan dijadikan benefit kepada pembeli.
Dari sinilah akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada Bank Syariah
sebagai pembiayaan KPR saya meskipun saat itu nilai cicilan bulanannya
dapat dianggap lebih tinggi dari bank swasta non syariah.
Dengan margin sebesar 8,5; cicilan yang harus saya bayar tiap
bulannya adalah sebesar 2 juta rupiah (flat selama 15 tahun karena ini
bank syariah) lebih mahal daripada bank swasta non syariah yang hanya
sekitar 1,8 juta rupiah saja dengan bunga flat 2 tahun sebesar 8%.
Pertimbangan utama saya waktu itu adalah kondisi keuangan di Indonesia
yang masih dalam kondisi tidak stabil akibat pengaruh ekonomi global.
Kebimbangan pun belum berhenti di situ. Jika dihitung kembali maka
uang yang harus saya bayar totalnya adalah 2 juta x 12 x 15 = 360 juta
rupiah. “Wow…wow!”, itu pikir saya dalam hati ketika mengetahui bahwa
saya harus membayar 2 x lipat dibanding nilai yang seharusnya saya bayar
melalui KPR (159 juta rupiah).
Artinya bisa dibilang rumah yang saya beli ini MAHAL. Jika
dibandingkan dengan membeli rumah di daerah asal saya di Gunung Kidul,
Yogyakarta maka saya akan mendapatkan rumah dan tanah dengan LT (Luas
Tanah) sekitar 250m2 itupun dengan spesifikasi rumah yang lebih baik
(bata merah untuk dindingnya sementara rumah yang saya beli menggunakan
batako).
Saya berpikir bahwa pada akhirnya saya juga akan mendapatkan janji
marketing yang akan menyelesaikan pembangunan rumah saya dalam 6 bulan
dengan melihat harga semahal itu. Pada kenyataanya tidak demikian.
Pembangunan rumah saya terlambat hingga 2-3 bulan dari perkiraan waktu
penyerahan bangunan.
Posisi perumahan yang saya tempati ini tidak terlalu jauh dari pusat
kecamatan namun juga bisa dibilang belum terlalu lengkap fasilitasnya.
Jalan utama masih kecil dan jalanan blok masih belum diaspal ataupun di
cor sehingga setiap kali saya pulang di musim hujan ban sepeda motor
saya selalu penuh dengan tanah, ditambah lagi tanah di sini adalah tanah
liat yang licin jika terkena air.
Fasilitas umum seperti pasar tradisional letaknya jauh sekitar 5 km,
akses menuju ke tempat umum pun hanya bisa dijangkau dengan kendaraan
pribadi. Yang pasti jika kita terbiasa berjalan-jalan ke mall ataupun ke
tempat hiburan lain, tinggal di perumahan ini hanya akan “menyiksa”
batin saja karena tidak bisa kemana-mana dan sejauh mata memandang hanya
akan ada sapi, kambing, dan tanah yang gersang. Hmm….begitulah
Cikarang.
Masalah Datang
Selepas penyerahan rumah kepada saya selaku pemiliknya, masalah
selanjutnya muncul yaitu atap bocor. Permasalahan ini sebenarnya adalah
masalah yang sudah biasa terjadi di rumah baru.
Hal ini biasanya diakibatkan karena kekurangtelitian tukang yang
membangun akibat tuntutan waktu pengerjaan yang sangat singkat.
Akhirnya, “Brukk…brukk…!” plafon atap kamar belakang saya jebol saat
hujan besar membuat air cucuran dari bocoran atap merusak gipsum plafon.
Alhasil, saya harus menunggu sekitar 2 minggu hingga ada orang dari
developer yang membetulkanya.
Bocor ini nyatanya tidak hanya terjadi sekali. Totalnya ada 4 kali
saya harus memanggil pihak developer untuk memberikan janji garansi
perbaikan rumah saya ini. Pada kasus yang ke-5 saya terpaksa menggunakan
tukang sendiri untuk memperbaikinya karena saya tidak bisa mempercayai
kinerja tukang dari developer.
Peristiwa pahit lain pun juga masih ada, diantaranya banyaknya hewan
yang lalu lalang di depan rumah sambil meninggalkan kotoran dan memakan
tanaman yang saya tanam di taman. Semua ini membuat saya semakin jengkel
hingga akhirnya saya putuskan untuk membuat pagar lebih cepat dari
rencana.
Selain itu, air PDAM di perumahan saya ini sering mati dan jika
mengalir pun terkadang airnya sangat keruh (tercampur tanah). Kata pihak
developer hal ini karena masih banyaknya perbaikan-perbaikan dan
penyambungan pipa di tempat lain.
Pernah di kala itu, air di perumahan mati hingga hampir 1 minggu,
sehingga saya pun terpaksa menumpang mandi di kantor. Untuk mencukupi
kebutuhan dasar air, saya terpaksa membeli air seharga 90 ribu rupiah
untuk 1 meter kubik air (1000 liter). Bicara masalah keamanan pun,
tempat saya ini belum memiliki penjaga keamanan.
Sabar adalah Kunci
Ternyata memang benar kata orang tua untuk bersabar menghadapi cobaan
sebab itu semua Tuhan yang atur sebelum kita mendapatkan kebahagiaan
yang sebenarnya. Dua tahun selepas segala pergumulan di atas, suka duka
dan kecemasan, perumahan saya kini sudah semakin baik dari fasilitas air
bersih yang tidak lagi keruh dan sering mati, infrastruktur jalan cor
yang lebar, fasilitas beribadah masjid yang semakin luas, dan juga
semakin banyaknya warga baru yang bisa dibilang hampir sepantaran untuk
soal usia. Kebanyakan adalah keluarga muda sama seperti saya.
Ada lagi yang semakin membuat saya merasa bersyukur adalah keputusan
saya dulu yang mengambil pembiayaan KPR melalui bank syariah. Pasalnya,
berdasarkan pembicaraan dengan teman saya mengenai cicilan KPR bank non
syariah, mereka merasakan cicilan mereka menjadi seakan lebih berat
sebab bunga bank yang tidak lagi flat menyebabkan fluktuasi bunga bank
sangat mempengaruhi cicilan bulanan KPR mereka.
Bahkan, ada waktu tertentu cicilan mereka menjadi lebih tinggi jika
dibandingkan cicilan saya yang memang flat selama periode KPR saya.
Justru cicilan saya yang bisa dibilang menjadi berkah karena lebih
ringan atas dasar kenaikan upah tahunan sebesar 300-500 ribu rupiah.
Ya…, mungkin semua ini sudah direncanakan oleh Tuhan untuk saya dan
keluarga.
Memang di satu sisi kita tidak bisa melihat seorang marketing
perumahan sebagai satu-satunya orang yang layak kita persalahkan untuk
permasalahan kita, tetapi akan lebih layak jika kita melihat kembali
masih banyak orang yang belum dapat memiliki rumah dan tempat tinggal
yang layak meski hanya sebuah gubuk sekalipun.
Ada pesan lain bahwa meski saat ini perumahan yang ditawarkan pada
kita terkesan jelek, kumuh, dan berbagai kekurangan yang lain, kita
harus tahu bahwa semua itu pasti akan ada waktunya untuk dibenahi
menjadi tempat yang layak.
Pengen bisnis tapi yang tetetp jalan, stabil harganya, untung besar dan tanpa perlu repot dan pastinya halal?
- Harga selalu naik tiap tahun
- Keuntungan besar
- Tidak perlu ribet
- Relasi yang luas
- Halal
- Semua orang butuh tempat tinggal.
Anda akan diajarkan step-by-step hingga Anda paham.
Bisa mulai dari noll.
Cara mendapatkan keuntungan dengan modal minim.
Penyelesaian dalam berbagai masalah di bisnis property.
Rahasia dan optimasi pemasaran media digital.
Analisis mengikuti pola trend masa kini.
Dengan Harga yang Terjangkau.